Selasa, 06 September 2011

LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

Pendahuluan
Lingkungan yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau lembaga pendidikan. Meskipun kajian ini tidak dijelaskan dalam al-Qur’an secara eksplisit, akan tetapi terdapat beberapa isyarat yang menunjukkan adanya lingkungan pendidikan tersebut. Oleh karenanya, dalam kajian pendidikan Islam pun, lingkungan pendidikan mendapat perhatian.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana hakikat lingkungan pendidikan Islam, maka perlu dilakukan kajian yang komprehensif dan mendalam tentang lingkungan tersebut dalam perspektif filsafat pendidikan Islam.
          
BAB I
A.    Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam
a.   Pengertian Lingkungan
Menurut Abuddin Nata, kajian lingkungan pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-macam lingkungan pendidikan. Namun demikian, dapat dipahami bahwa lingkungan pendidikan Islam adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-Islaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Sartain (ahli psikologi Amerika), yang dimaksud lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia inii yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes. begitu juga dalam pendidikan islam, karena tidak ada dikotomik antara pendidikan, maka definisi lingkungan pendidikan adalah sama seperti yang telah diungkapkan diatas.
Dari pengertian diatas ada sebuah benang merah yang dapat diambil yakni “pengaruh” artinya lingkungan akan berpengaruh baik positif maupun negative. sehingga tidak aneh banyak orang yang mengatakan bahwa manusia merupakan ahlu bi’ah yang tidak lepas dari lingkungan karena faktanya pun, secara kasat mata manusia hidup di lingkungan tertentu.
Muhammad Irfan Helmy mengatakan bahwa lingkungan berbanding lurus dengan kualitas hidup manusia, jika lingkungannya baik, maka akan baik pula lah perangai orang yang menempatinya. demikian pula sebaliknya jika lingkungannya jelek maka akan jelek pula lah perangainya.
Pernyataan-pernyataan diatas sebagian besar telah dibenarkan oleh teori-teori yang ada di dunia psikologi, misalnya teori empirisme yang mengatakan bahwa manusia pada masa bayinya diibaratkan dengan secarik kertas putih yang akan diwarnai oleh lingkungannya. demikian pula dalam dunia filsafat dikenal adanya aliran environmentalisme yang pada dasarnya adalah sama yakni manusia dipengaruhi oleh lingkungan.
Dalam kajian keislaman pun hal itu sudah ada haditsnya yakni hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa al-jaar Qabla daar (tetangga sebelum membangun rumah). hadits ini memberikan pengertian agar sebelum membangun rumah, perhatikan terlebih dahulu siapa lingkungan terdekat yakni tetangga yang akan hidup berdekatan nanti, hal ini perlu diperhatikan agar nanti terkena dampak pengaruh yang baik setelahnya ada proses peninjauan dalam mendirikan rumah. kemudian dalam haditsnya yang lain, Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap bayi yang terlahir itu membawa potensi, setelah itu maka kedua orang tuanya lah yang akan menjadikan ia seorang yahudi atau pun majusi.
b.   Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan yang kita pahami sekarang belum terdapat pada zaman Rasulullah saw. Namun usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan usaha dakwahnya memberi contoh dan melatih keterampilan berbuat kebajikan, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang. Hal ini seiring dengan apa yang dikatakan oleh Zakiah Daradjat dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam”. Apa yang beliau lakukan dalam mendidik manusia kita rumuskan sekarang dengan pendidikan Islam. Cirinya ialah perubahan tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam. Adapun pendidikan dalam pemahaman Islam ialah pertumbuhan yang seimbang antara pertumbuhan jasad, akal, dan ruh (Muhammad Imarah, 1992 : 63).
Ahmad Tafsir mengatakan bahwa: Pendidikan Islam bagi saya ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin (Ahmad Tafsir, 1992 : 32).
Di samping pengertian-pengertian di atas, masih banyak lagi pengertian yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Namun cukup dimengerti bahwa dari pengertian yang mereka kemukakan dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya dengan tujuan membimbing ke arah yang lebih sempurna yakni dengan menggunakan sarana atau alat belajar dan berlangsung pada suatu tempat tertentu.
B.      Latar belakang lingkungan dalam pendidikan islam
Berbicara lingkungan dalam konteks pendidikan maka tidak akan terlepas dari apa yang dinamakan ki hajar dewantara dengan penamaan tripusat pendidikan. ki hajar dewantara mengatakan bahwa pendidikan berlangsung dalam tripusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. jika dikaitkan dengan lingkungan pendidikan dalam perspektif islam, maka ada beberapa konsep yang dilahirkan baik itu dari Al-Quran itu sendiri, Nabi Muhammad maupun dari para cendikiawan muslim.
Sebagaimana yang telah disinggung di bagian pendahuluan, bahwa dalam al-Qur’an tidak dikemukakan penjelasan tentang lingkungan pendidikan Islam tersebut, kecuali lingkungan pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan sebagai tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para sastrawan, madrasah, dan universitas. Meskipun lingkungan seperti itu tidak disinggung secara langsung dalam al-Qur’an, akan tetapi al-Qur’an juga menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai tempat sesuatu. Seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada umumnya, dikenal istilah al-qaryah yang diulang dalam al-Qur’an sebanyak 52 kali yang dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. Sebagian ada yang dihubungkan dengan pendidiknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa dari Allah (Q.S. 4: 72; 7:4; 17:16; 27:34) sebagian dihubungkan pula dengan penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai (16:112) dan sebagian lain dihubungkan dengan tempat tinggal para nabi (Q.S. 27: 56; 7:88; 6:92). Semua ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting sebagai tempat kegiatan bagi manusia, termasuk kegiatan pendidikan Islam.
Pada periode awal, umat Islam mengenal lembaga pendidikan berupa kutab yang mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf al-Qur’an lalu diajarkan pula ilmu al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Begitu di awal dakwah Rasulullah SAW, ia menggunakan rumah Arqam sebagai institusi pendidikan bagi sahabat awal (assabiqunal awwalun). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam mengenal adanya rumah, masjid, kutab, dan madrasah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan, atau disebut juga sebagai lingkungan pendidikan.
Pada perkembangan selanjutnya, institusi pendidikan ini disederhanakan menjadi tiga macam, yaitu keluarga—disebut juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan luar sekolah—sebagai lembaga pendidikan informal, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. Ketiga bentuk lembaga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian peserta didik.

C.       Macam – Macam Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab lingkungan pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar mengajar secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan. Dengan suasana seperti itu, maka proses pendidikan dapat diselenggarakan menuju tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
     a.    Lingkungan Keluarga
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain itu, kelurga juga disebut sebagai satuan pendidikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga ini mengingat bahwa keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. Bahkan Ki Hajar Dewantara, seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata, menyebutkan bahwa keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam pendidikan yang permulaan. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai anak didik. Oleh karena itu, keluarga mesti menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan Islam.
Agar keluarga mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka sebelum dibangun keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Al-Qur’an memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk memikul tanggung jawab yang di dalam al-Qur’an disebut baligh. Selain itu, kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Kemudian tidak dibolehkan menikah karena ada hal-hal yang menghalanginya dalam ajaran Islam, yaitu syirik atau menyekutukan Allah dan dilarang pula terjadinya pernikahan antara seorang pria suci dengan perempuan pezina. Selanjutnya, juga persyaratan kesetaraan (kafa’ah) dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial, pendidikan dan sebagainya. Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, maka diharapkan akan tercipta keluarga yang mampu menjalankan tugasnya—salah satu di antaranya—mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang tidak lemah dan terhindar dari api neraka. Allah SWT berfirman:
Surat al-Tahrim/66 ayat 6:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga.
Pendidikan keluarga dapat dibedakan menjadi dua yakni :
a)   Pendidikan pranatal (pendidikan sebelum lahir)
Merupakan pendidikan yang berlangsung selama anak belum lahir atau masih dalam kandungan. Pendidikan prenatal lebih dipengaruhi kepada kebudayaan lingkungan setempat. Sebagai contoh dalam masyarakat jawa dikenal berbagai macam upacara adat selama anak masih ada dalam kandungan seperti neloni, mitoni. Selain upacara-upacara adat untuk menyelamati anak yang masih dalam kandungan dalam masyarakat jawa dikenal juga berbagai macam sirikan (hal-hal yang harus dihindari) selama anak masih dalam kandungan.
Dalam kehidupan yang lebih modern sekarang ini, terdapat pula model pendidikan prenatal. Seperti mendengarkan lagu-lagu klasik selama anak masih dalam kandungan, melakukan pemerikasaan rutin ke dokter kandungan atau mengkonsumsi nutrisi yang baik bagi si jabang bayi adalah contoh-contoh pendidikan prenatal dalam kehidupan modern.
Secara sederhana pendidikan prenatala dalam keluarga bertujuan untuk menjamin agar si jabang bayi sehat selama dalam kandungan hingga nanti pada akhirnya dapat terlahir dengan proses yang lancar dan selamat.
b)   Pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir)
Merupakan pendidikan manusia dalam lingkungan keluarga di mulai dari manusia lahir hingga akhir hayatnya. Segala macam ilmu kehidupan yang diperoleh dari keluarga merupakan hasil dari proses pendidikan keluarga postnatal. Dari manusia lahir sudah diajari bagaimana caranya tengkurap, minum, makan, berjalan hingga tentang ilmu agama.
Sama seperti pendidikan pranatal yang tujuan adalah menjamin manusia lahir ke dunia, pendidikan postnatal ditujukan sebagai jaminan agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan tidak mengalami kesulitan berarti selama proses manusia hidup.
Bagaimana manusia bersikap tentang segala macam lingkungannya di luar lingkungan keluarga sangat tergantung pada bagaimana proses pendidikan keluarga berlangsung. Dalam dunia modern seperti sekarang, bagaimana pendidikan keluarga berlangsung tidak sepenuhnya tergantung pada orang tua namun bisa juga dipengaruhi oleh orang lain yang notabene bukan bagian dari keluarga. Ini bisa terjadi karena kesibukan orangtua maka orangtua lebih cenderung untuk menyewa orang lain untuk merawat (mengasuh) anaknya.
     b.    Lingkungan Sekolah
Sekolah atau dalam Islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal, juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang Islami. Bahkan sekolah bisa disebut sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta didik. Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati menyebutkan bahwa disebut sekolah bila mana dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.
Secara historis keberadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan masjid. Sebab, proses pendidikan yang berlangsung di masjid pada periode awal terdapat pendidik, peserta didik, materi dan metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. Hanya saja, dalam mengajarkan suatu materi, terkadang dibutuhkan tanya jawab, pertukaran pikiran, hingga dalam bentuk perdebatan sehingga metode seperti ini kurang serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang harus ada pada sebagian pengunjung-pengunjung masjid.
Abuddin Nata menjelaskan bahwa di dalam al-Qur’an tidak ada satu pun kata yang secara langsung menunjukkan pada arti sekolah (madrasah). Akan tetapi sebagai akar dari kata madrasah, yaitu darasa di dalam al-Qur’an dijumpai sebanyak 6 kali. Kata-kata darasa tersebut mengandung pengertian yang bermacam-macam, di antaranya berarti mempelajari sesuatu (Q.S. 6: 105); mempelajari Taurat (Q.S. 7: 169); perintah agar mereka (ahli kitab) menyembah Allah lantaran mereka telah membaca al-Kitab (Q.S. 3: 79); pertanyaan kepada kaum Yahudi apakah mereka memiliki kitab yang dapat dipelajari (Q.S. 68: 37); informasi bahwa Allah tidak pernah memberikan kepada mereka suatu kitab yang mereka pelajari (baca) (Q.S. 34: 44); dan berisi informasi bahwa al-Quran ditujukan sebagai bacaan untuk semua orang (Q.S. 6: 165). Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa kata-kata darasa yang merupakan akar kata dari madrasah terdapat dalam al-Qur’an. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan madrasah (sekolah) sebagai tempat belajar atau lingkungan pendidikan sejalan dengan semangat al-Qur’an yang senantiasa menunjukkan kepada umat manusia agar mempelajari sesuatu.
Di Indonesia, lembaga pendidikan yang selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah pesantren, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA)—dan sekolah milik organisasi Islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada, termasuk perguruan tinggi seperti IAIN dan STAIN. Semua lembaga ini akan menjalankan proses pendidikan yang berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah dibangun dalam sistem pendidikan Islam.
 c.    Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi muda tersebut.
Menurut an-Nahlawi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu: pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran/amar ma’ruf nahi munkar (Qs. Ali Imran/3: 104); kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu.
Ibn Qayyim mengemukakan istilah tarbiyah ijtimaiyah atau pendidikan kemasyarakatan. Menurutnya tarbiyah ijtimaiyah yang membangun adalah yang mampu menghasilkan individu masyarakat yang saling mencintai sebagian dengan sebagian yang lainnya, dan saling mendoakan walaupun mereka berjauhan. Antara anggota masyarakat harus menjalin persaudaraan. Dalam hal ini, ia mengingatkan dengan perkataan hikmah “orang yang cerdik ialah yang setiap harinya mendapatkan teman dan orang yang dungu ialah yang setiap harinya kehilangan teman”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselenggaranya pendidikan tersebut.
Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya.
Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pendidikan, maka setiap individu sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community basid education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal.
Menurut Azra, ada beberapa masalah yang harus segera dibenahi agar pendidikan di suatu masyarakat dapat berjalan dinamis mengikuti perkembangan zaman: (1) Meningkatkan tradisi penelitian; (2) Menciptakan masyarakat ilmiah; (3) Integralitas kebijakan sains; (4) Menyadarkan lingkungan ekonomi tentang pentingnya penelitian ilmiah; (5) Melengkapi fasilitas perpustakaan, dokumentasi, dan pusat informasi; (6) Membuka isolasi ilmuan dari perkembangan ilmu global; (7) Menjamin kesejahteraan orang-orang yang bergelut di bidang ilmu pengetahuan.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan harus mengikuti perkembangan masyarakat, dan demikian seyogyanya pula harus diterapkan di Propinsi kita: Kalimantan Barat. Karena perkembangan masyarakat selalu saja sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan perkembangan teknologi. Dan perkembangan teknologi memicu perkembangan ekonomi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu, di bidang pendidikan telah dikembangkan pula berbagai metode mengajar yang lebih sesuai, lebih efektif, dan efisien. Begitu juga dengan materi pelajaran. Karena telah banyak hal yang terjadi menyangkut pengembangan yang lebih mendalam sebagai akibat dari teknologi.
Sesuatu yang tidak dapat disangkal adalah bahwa teknologi lebih banyak menjadikan hidup manusia lebih baik dari sebelumnya. Meski tidak bisa menutup mata, bahwa ada sebagian teknologi yang justru berakibat negatif dalam kehidupan masyarakat. Ambil beberapa contoh, misalnya, teknologi digital seperti internet dan VCD. Sangat ironis bahwa kemajuan teknologi ini oleh sebagian orang justru dimanfaatkan untuk mengeksplorasi suguhan-suguhan pornografi. Sampai di sini menjadi jelas, bahwa antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi seakan menjadi sesuatu yang berkaitan. Sehingga jelas bahwa maju mundurnya suatu masyarakat di masa kini dan masa mendatang banyak ditentukan tingkat penguasaan dan kemajuan sains khususnya.
Karena itu, ”masyarakat” sebagai salah satu lingkungan pendidikan diharapkan untuk peka dalam menyikapi perkembangan yang terjadi dalam lingkungannya. Dengan pembaruan nilai sosial budaya akan lahir generasi-generasi baru dalam masyarakat itu yang pada titik tertentu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan untuk selanjutanya melangkah ke tangga kemajuan ekonomi. Kemajuan-kemajuan ini mendorong terwujudnya peradaban baru, tatanan baru, dan sistem yang lebih canggih dari sebelumnya. Untuk memudahkan itu, tentu butuh generasi yang canggih dan terlatih. Dan itu harus disiapkan jauh-jauh hari mulai di lingkungan terkecil seperti keluarga. Di sanalah setahap demi setahap kemajuan suatu masyarakat dibangun secara tak sadar. Bagaimanapun bagus tidaknya pendidikan yang didapat oleh anak didik sangat bergantung pada masyarakat di sekitar lingkungannya yang mendorongnya untuk maju, dan inilah yang khas dari pendidikan berbasis masyarakat. Dengan menerapkan pendidikan berbasis masyarakat, kita harus optimis, masa depan pendidikan kita akan jauh lebih baik.
Contoh pendidikan masyarakat di Negara maju
Pendidikan non formal di negara maju sangat berbeda dengan pendidikan di negara berkembang, di negara maju pendidikan non formal diarahkan pada demokrasi dan warga negara yang aktif, media dan teknologi informasi dan komunikasi.
Bentuk baru buta aksara di negara maju memiliki perbedaan dengan buta aksara di negara berkembang dimana orang disebut buta aksara jika dia termarjinalkan atau memiliki akses yang jauh dari teknologi informasi (ICT) dalam kehidupan sehari-harinya atau dalam pekerjaan profesionalnya. Jadi seseorang yang tidak melek komputer akan terhindar atau kekurangan akses terhadap infomasi penting yang mana sebagian besar hanya tersedia dalam bentuk digital.
Adapun bentuk-bentuk pendidikan non formal di negara maju diarahkan pada berbagai hal sebagai berikut: 1) keterampilan dasar untuk semua (New basic skills for all), 2) investasi lebih dalam sumber daya  manusia (More investment in human resources), 3) inovasi dalam pengajaran dan pembelajaran (Innovation in teaching and learning), 4) pembelajaran bernilai (valuing leraning), 5) pemikiran kembali bimbingan dan konseling (Rethinking guidance and counselling), dan 6) membawa pembelajaran lebih dekan ke rumah (Bringing learning closer to home).
D. Perbedaan ditinjau dari segi fungsi atau perannya, sebagai berikut :
a)   Lembaga Pendidikan Keluarga
1.    Merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak
2.    Menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang
3.    Membangun anak sebagai makhluk yang diarahkan, dapat mengembangkan dirinya dan
menolong dirinya sendiri
b)   Lembaga Pendidikan Sekolah
1.    Pembekalan dalam semua bidang studi
2.    Memberi pendidikan pemahaman, penghayatan dan pengamalan
c)   Lembaga Pendidikan Masyarakat
1.    Mengembangkan karier, melalui kursus, penataran, seminar, dll
2.    Mengembangkan kehidupan beragama melalui pengajian, pesantren, dll

E.        Analisis Filosofis Lingkungan Pendidikan Islam
Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka ketiga lembaga atau lingkungan pendidikan di atas perlu bekerja sama secara harmonis. Orang tua di tingkat keluarga harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya, terutama dalam aspek keteladanan dan pembiasaan serta penanaman nilai-nilai. Orang tua juga harus menyadari tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya tidak sebatas taat beribadah kepada Allah semata, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah khusus lainnya, akan tetapi orang tua juga memperhatikan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada dalam Islam. Termasuk di antaranya mempersiapkan anaknya memiliki kemampuan/ keahlian sehingga ia dapat menjalankan hidupnya sebagai hamba Allah sekaligus sebagai khalifah fil ardhi serta menemukan kebahagiaan yang hakiki, dunia akhirat. Selain itu, orang tua juga dituntut untuk mempersiapkan anaknya sebagai anggota masyarakat yang baik, sebab, masyarakat yang baik berasal dari individu-individu yang baik sebagai anggota dari suatu komunitas masyarakat itu sendiri. Mengenai hal ini, Allah SWT juga telah menegaskan dalam penggalan Q.S Ar-Ra’du ayat 11:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. ar-Ra’du/13: 11)
Menyadari besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak, maka orang tua juga seyogyanya bekerja sama dengan sekolah atau madrasah sebagai lingkungan pendidikan formal untuk membantu pendidikan anak tersebut. Dalam hubungannya dengan sekolah, orang tua mesti berkoordinasi dengan baik dengan sekolah tersebut, bukan malah menyerahkan begitu saja kepada sekolah. Sebaliknya, pihak sekolah juga menyadari bahwa peserta didik yang ia didik merupakan amanah dari orang tua mereka sehingga bantuan dan keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan. Kemudian sekolah juga harus mampu memberdayakan masyarakat seoptimal mungkin, dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan yang diterapkan.
Begitu pula masyarakat pada umumnya, harus menyadari pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang dimulai dari tingkat keluarga hingga kepada sekolah serta lembaga-lembaga pendidikan non formal lainnya dalam upaya pencerdasan umat. Sebab antara pendidikan dengan peradaban yang dihasilkan suatu masyarakat memiliki korelasi positif, semakin berpendididikan suatu masyarakat maka semakin tinggi pula peradaban yang ia hasilkan; demikian sebaliknya.
Jadi, dibutuhkan pendidikan terpadu antara ketiga lingkungan pendidikan tersebut. Dengan keterpaduan ketiganya diharapkan pendidikan yang dilaksanakan mampu mewujudkan tujuan yang diinginkan. Pendidikan terpadu seperti inilah yang diinginkan dalam perspektif pendidikan Islam. Bahkan prinsip integral (terpadu) menjadi salah satu prinsip dalam sistem pendidikan Islam. Prinsip ini tentu tidak hanya keterpaduan antara dunia dan akhirat, individu dan masyarakat, atau jasmani dan rohani; akan tetapi keterpaduan antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga termasuk di dalamnya.
F.         Penutup
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, sebab lingkungan yang juga dikenal dengan institusi itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut.
Sementara sekolah atau madrasah juga berperan penting dalam proses pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang menyandang amanah dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan pendidikan yang profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik pendidikan Islam. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu sendiri.
Begitu pula masyarakat, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan ajaran Islam. Dengan keterpaduan seperti itu, diharapkan amar ma’ruf nahi munkar dalam komunitas masyarakat tersebut dapat ditegakkan sehingga terwujudlah masyarakat yang diberkahi dan tatanan masyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.







DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1991

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1999

Depdiknas, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

an-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Penj. Shihabuddin,(Jakarta: Gema Insani Press, 1995

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press











LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM


Makalah
Diajukan pada Mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing  : Prof. Dr.H. Afifudin,MM / H. Dedih Surana, Drs., M.Ag




Disusun Oleh:
ANITA RAMDHANI







PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2010/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semoga bermanfaat.......